Info Jatim Official Website | Blogger Members area : Register | Sign in

Tahukah Kamu

Berburu Seribu Bulan di Ujung Ramadhan

Sabtu, 04 September 2010

Share to :
+1
VIVAnews - Kantuk mulai menyerang saat jam di dinding Masjid Agung Surabaya (MAS) menunjukkan pukul 00.15, dini hari. Beberapa orang tampak bersila terpekur di tengah ruangan, sambil jemari mereka memainkan rangkaian tasbih.

Ada pula yang mengistirahatkan punggung dengan bersandar pada dinding bercat putih itu. Tapi, beberapa jamaah lain memilih memejamkan mata sejenak dan merebahkan tubuh.

Keheningan pun terpecah pukul 01.00 tepat. Pengeras suara di masjid mengumumkan 30 menit lagi akan dilakukan rangkaian salat malam. Diharapkan semua jamaah segera mengambil air wudhu.

Tepat pukul 01.30, pijar lampu ruang utama MAS dipadamkan. Suara takbir pertanda salat malam dimulai pun berkumandang. Suasana kembali hening, membalut kekhusyukan jamaah ketika mendengar ayat suci Al Quran di tiap rakaat salatnya.

Itulah sekelumit gambaran kegiatan iktikaf di MAS yang rutin digelar pada 10 hari terakhir tiap Ramadan. Meski kegiatan ini dimulai tengah malam dan berakhir saat sahur, yang biasanya berlanjut dengan ibadah salat subuh, semakin mendekati Lebaran, jamaah yang ikut bertambah banyak.

Untuk diketahui, iktikaf secara etimologi (bahasa) berarti menetapi sesuatu dan menahan diri padanya. Sedangkan secara terminologi (istilah), berarti seseorang menetap di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dengan cara tertentu. Mengikuti sunah Rasulullah iktikaf yang paling utama dilakukan sepuluh terakhir di bulan Ramadan.

Menurut beberapa orang yang menjalankannya, meski harus melawan kantuk, tapi iktikaf selalu memberikan kenikmatan berbeda dalam Ramadan. Hal tersebut dibenarkan, Andaru Syahruddin, salah seorang jamaah MAS.


http://3.bp.blogspot.com/_bLsGaMHLq-g/Sq0UGPNbo4I/AAAAAAAAAI0/Cr9Zth4F1CE/s320/i%27tikaf.jpg 
 Iktikaf di MAS berbeda, meski ada salat malam berjamaah tapi kekhusyukan tetap terasa, apalagi kalau salat lampunya dimatikan, makin terasa kenikmatannya,” ungkapnya.

Andaru mengaku sengaja mencari waktu agar bisa beriktikaf di MAS bersama istrinya. Karyawan bank swasta di kawasan Embong Malang ini mengatakan, ini kali pertama dia menikmati Ramadan dengan istrinya sehingga ingin beribadah dengan spesial.

MAS dipilih karena dinilai aman dan nyaman. “Parkir mobilnya luas dan dekat. Jadi tidak khawatir,” katanya.

Hal senada diungkapkan jamaah lain, Midianto. Pria paruh baya ini juga datang ke MAS bersama keluarganya. “Di sini selain tempat parkirnya nyaman, ada banyak pedagang di sekitar kompleks masjid. Jadi sambil nunggu waktu iktikaf, bisa sekalian makan-makan dulu,” ujar warga Wisma Permai ini. Kondisi tersebut pulalah yang membuat kedua anaknya tak enggan mengikuti orangtuanya ke MAS untuk beriktikaf.

Meski demikian, diakuinya dia juga suka berpindah-pindah masjid untuk iktikaf. Misalnya di masjid Sunan Ampel, tapi karena jarak parkiran terlalu jauh, dia harus mempertimbangkan cuaca. “Kalau hujan bisa bahaya, jadi ke masjid lain. Di antara yang pernah saya pilih yaitu Kemayoran, Al Falah atau di sini,” katanya.

Malam-malam terakhir bulan Ramadan, jumlah jamaah yang melakukan iktikaf semakin bertambah. Di malam-malam ganjil, jumlahnya diperkirakan mencapai 1.000 orang dari kapsitas total sekitar 25.000 jamaah. Pihak MAS sendiri telah menjadikan iktikaf menjadi agenda rutin tahunan ketika Ramadan  datang.

MAS menyiapkan kebutuhan jamaah yang beriktikaf. Misalnya untuk salat jamaah ada dua imam, yaitu untuk salat tarawih dan salat malam. Selain itu, karena banyak yang menunggu hingga salat subuh, MAS juga menyediakan sahur bagi jamaah.

“Sulit untuk diprediksi berapa jamaah yang akan hadir, tapi kami selalu menyiapkan lebih. Yang penting jamaah nyaman,” kata Muhammad Djaelani, Wakil Direktur MAS. Dikatakannya, minimal mulai malam dua puluh satu bulan Ramadan  jumlah jamaah yang melakukan iktikaf sekitar 500 orang.

Jumlah ini berbanding terbalik dengan jamaah yang melakukan salat tarawih. Umumnya jamaah salat tarawih lebih banyak di awal bulan puasa, tetapi cenderung mengalami penurunan di akhir bulan. Sedangkan jumlah jamaah yang melakukan ikhtikaf malah meningkat pada akhir Ramadan. “Kalau malam ganjil terutama malam 27 atau 29 jumlahnya bisa mencapai 1.500 orang,” katanya.

Para jamaah iktikaf umumnya mulai berdatangan setelah salat tarawih hingga menjelang tengah malam. Tidak sedikit yang awalnya melakukan salat tarawih di masjid lain, tetapi melanjutkan iktikafnya di MAS.

Meski memfasilitasi para jamaah untuk melakukan iktikaf secara berjamaah, pihaknya tidak membatasi jamaah yang ingin melakukan iktikaf secara personal. “Jadi iktikaf itu bisa dibagi dua. Ada yang secara personal, ada yang berjamaah,” kata Helmy Noor, Humas MAS.

http://4.bp.blogspot.com/_YqhdkquBxk4/Si-ApWFZHrI/AAAAAAAAAFQ/8bfV9t6CPzM/s400/lailatulqadar.jpg


24 Jam
Helmy menyatakan pihak MAS membuka masjid 24 jam penuh ketika malam-malam terakhir di bulan Ramadan.  Berbeda dengan hari-hari biasanya, ruang utama masjid ditutup pukul 23.00 dan baru dibuka kembali menjelang pukul 03.00 keesokan harinya.

Mengenai salat malam jamaah, MAS mengajak masyarakat menjalankan salat tahajud empat rakaat, salat tasbih empat rakaat, dan salat hajad dua rakaat.

Hal serupa tampak di masjid Al Falah Surabaya. Pada malam-malam terakhir bulan Ramadan  jamaah yang melakukan iktikaf juga kian banyak. Tetapi karena pihak masjid tidak mengadakan salat jamaah, masyarakat dibebaskan untuk melakukan salat malam sendiri-sendiri.
“Kami tidak mengadakan salat berjamaah, karena kami ingin memberikan kebebasan bagi jamaah untuk melakukan iktikaf sesuai dengan keinginannya sendiri,” kata Sigit Prasetyo, Ketua Yayasan Al Falah.

Dikatakannya, jamaah yang ingin melakukan iktikaf biasanya datang setelah salat tarawih. Tiap malam menjelang ujung Ramadan, orang yang beriktikaf di masjid ini mencapai 500 orang. Jumlah ini bisa meningkat dua hingga tiga kali lipat jika pada malam ganjil.

“Kalau malam ganjil bisa mencapai seribu lima ratusan, jalan di depan masjid ini penuh dengan kendaraan para jamaah,” katanya.

Pihak yayasan juga memberikan makan sahur bagi para jamaah yang melakukan iktikaf di masjid Al Falah. Sebab, para jamaah yang melakukan iktikaf biasanya baru meninggalkan masjid setelah salat subuh usai.

“Ada juga yang dari corporate yang datang bersama-sama. Jadi setelah iktikaf mereka langsung buka mobilnya dan sahur bersama sekalian,” ujarnya.

Masjid Cheng Hoo juga menjadi tempat iktikaf favorit warga Surabaya. Menurut Achmad Syaukanie Ong, salah satu pendiri Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo, pihaknya tidak melakukan persiapan khusus. “Secara formal tidak ada, tetapi ada juga jamaah yang melakukannya. Tetapi untuk berjamaah tidak ada,” katanya.

Alasannya tak lain karena iktikaf merupakan ibadah yang sifatnya lebih personal. Sehingga jika dilakukan secara sendirian maka tingkat kekhusyukannya lebih tinggi.

Sementara di Masjid Ampel yang terletak di kompleks petilasan Sunan Ampel, jamaah yang datang untuk iktikaf berasal dari berbagai kota. Di antaranya, Pasuruan, Jember, Malang, Mojokerto dan Gresik. Bahkan ada juga jamaah asal Semarang yang rela datang sejak tanggal 30 Agustus yang bertepatan dengan malam ganjil ke 21 bulan Ramadan.

Menurut Muhammad Soleh, salah seorang jamaah dari Pasuruan yang datang bersama rombongannya sekitar 20 orang, dipilihnya masjid Ampel karena memiliki aura karomah yang tidak bisa dirasakan di masjid-masjid yang lain. “Di Ampel itu beda. Aura yang tercipta membuat batin tenang. Kami bisa lebih konsentrasi ibadah tanpa memikirkan kehidupan duniawi sesaat. Sekalian juga untuk ziarah,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan oleh Rozikin, salah seorang jemaah dari Semarang. “Saya sejak malam 21 sudah di Ampel. Berangkat dari Semarang naik kereta api dua hari sebelumnya. Ya, tujuannya untuk memburu Lailatul Qodar,” ungkapmya. Laki-laki 40 tahun tersebut mengatakan, dia akan tinggal di kompleks makan Sunan Ampel sampai Ramadan malam ke 29. Untuk urusan penginapan dia tak ambil pusing. Dia akan tidur di kompleks makam juga.

Untuk melakukan ibadah di Ampel, dikatakannya tak butuh biaya mahal. Dia cukup membawa uang Rp 300.000 untuk transportasi dan makan dan minum selama di Surabaya. Demi mengejar pahala, dikatakannya, dia rela meninggalkan keluarganya sejenak. Ibarat mobil, setiap tahun ia menyempatkan untuk “turun mesin” di Ampel.

Ustad Fahmi Rusdi, salah satu juru kunci di makam Sunan Ampel mengakui banyak jamaah yang bermalam di masjid. “Kami sengaja membiarkan jamaah untuk tidur di masjid ketika malam dan yang ingin bersama-sama melakukan iktikaf,” ujarnya.

Terima kasih banyak atas kunjungan teman-teman Blogger ke blog saya yang sederhana ini. Selamat membaca dan jangan lupa untuk berkomentar dibawah ini.
Dukung Artikel Blog ini dengan cara klik icon disamping ini >> Dukungan

0 komentar:

Posting Komentar

 
+1